Rabu, 08 Mei 2013

pengertian alat peraga



Pengertian Alat Peraga Makalah Definisi Jenis Tujuan Kekurangan dan Kelebihan - Pengertian alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien (Sudjana, 2002 :59 ).

Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat Bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Proses belajar mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, metode dan alat, serta evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau tehnik untuk mengantarkan sebagai bahan pelajaran agar sampai tujuan. Dalam pencapain tersebut, peranan alat Bantu atau alat peraga
memegang peranan yang penting sebab dengan adanya alat peraga ini bahan dengan mudah dapat dipahami oleh siswa. Alat peraga sering disebut audio visual, dari pengertian alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga. Alat tersebut berguna agar pelajaran yang disampaikan guru lebih mudah dipahami oleh siswa. Dalam proses belajar mengajar alat peraga dipergunakan dengan tujuan membantu guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien.


Adapun beberapa contoh alat peraga yang dapat digunakan dalam mengajar yaitu:

a.    Gambar

Gambar adalah suatu bentuk alat peraga yang nampaknya saling dikenal dan saling dipakai, karena gambar disenangi oleh anak berbagai unur, diperoleh dalam keadaan siap pakai, dan tidak mengita waktu persiapan.

b.    Peta

Peta bisa menolong mereka mempelajari bentuk dan letak negara-negara serta kota-kota yang disebut Al-kitab. Salah satu yang harus diperhatikan, penggunaan peta sebagai alat peraga hanya cocok bagi anak besar/kelas besar.

c.    Papan tulis.

Peranan papan tulis tidak kalah pentingnya sebagai sarana mengajar. Papan tulis dapat dirima dimana-mana sebagai alat peraga yang efektif. Tidak perlu menjadi seorang seniman untuk memakai papan tulis. Kalimat yang pendek, beberapa gambaran orang yang sederhana sekali, sebuah diagram, atau empat persegi panjang dapat menggambarkan orang, kota atau kejadian.



d.    Boks pasir

Anak kelas kecil dan kelas tengah sangat menggemari peragaan yang menggunakan  boks pasir. Boks pasir dapat diciptakan “peta” bagi mereka khususnya bagi kelas tengah karena pada umur tersebut mereka sudah mengetahui jarak dari desa ke desa. (Pepak.sabda.org.and omtions.blogspot.com)

Selain alat peraga yang disebutkan di atas, media mengajar yang paling dikenal di dalam pelayanan anak sering disebut dengan istilah singkat, alat peraga berbentuk fleschard, wayang, boneka jari, rumah palestina dan sebagainya.

Adapun alat peraga yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan alat peraga gambar karena disenangi anak berbagai umur, diperoleh dalam keadaan siap pakai, dan tidak mengita waktu persiapan selain itu untuk menarik perhatian siswa dalam melakukanya yang akan diujikan pada siswa kelas IV SD Negeri 14 tahun ajaran 2007/2008.

3.    Kelebihan dan kekurangan penggunaan alat peraga

     Adapun kelebihan dan kekurangan penggunaan alat peraga dalam pengajaran yaitu:

Kelebihan penggunaan alat peraga yaitu: 
  • Menumbuhkan minat belajar siswa karena pelajaran menjadi lebih menarik
  • Memperjelas makna bahan pelajaran sehingga siswa lebih mudah memahaminya
  • Metode mengajar akan lebih bervariasi sehingga siswa tidak akan mudah bosan 
  • Membuat lebih aktif melakukan kegiatan belajar seperti :mengamati, melakukan dan mendemonstrasikan dan sebagainya.

Adapun tujuan dari alat peraga untuk:

1.    Memperkenalkan, membentuk, memperkaya, serta memperjelas.
2.    Mengembangkan sikap yang dikehendaki.
3.    Mendorong kegiatan siswa lebih lanjut.

Pemakaian alat peraga merangsang imajinasi anak dan memberikan kesan yang mendalam dalam mengajar, panca indra dan seluruh kesanggupan seorang anak perlu  dirangsang, digunakan dan libatkan, sehingga tak hanya mengetahui, melainkan dapat memakai dan melakukan apa yang dipelajari. Panca indera yang paling umum dipakai dalam mengajar adalah “ mendengar” melalui pendengaran, anak mengikuti peristiwa-peristiwa dan ikut merasakan apa yang disampaikan. Seolah-olah telinga mendapatkan mata. Anak melihat sesuatu dari apa yang diceritakan. Namun ilmu pendidikan berpendapat, bahwa hanya 20% dari apa yang didengar dapat diingat kemudian hari. Kesan yang lebih dalam dapat dihasilkan jikalau apa yang diceritakan “dilihat melalui sebuah gambar “. Dengan demikian, melalui” mendengar “ dan “ melihat” akan diperoleh kesan yang jauh lebih mendalam.
            

Kekurangan alat peraga yaitu: 
  1. Mengajar dengan memakai alat peraga lebih banyak menuntuk guru.
  2. Banyak waktu yang diperlukan untuk persiapan 
  3. Perlu kesediaan berkorban secara materiil

Ada beberapa kelemahan sehubungan dengan gerakan pengajaran alat peraga itu, antara lain terlalu menekankan bahan-bahan peraganya sendiri dengan tidak menghiraukan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan desain, pengembangan, produksi, evaluasi, dan pengelolaan bahan-bahan itu. Kelemahan lain adalah alat peraga dipandang sebagai “alat Bantu “ semata-mata bagi guru dalam melaksanakan kegiatan mengajarnya sehingga keterpaduan antara bahan pelajaran dan alat peraga tersebut diabaikan. Disamping itu terlalu menekankan pentingnya materi ketimbang proses pengembangannya dan tetap memandang materi audiovisual sebagai alat Bantu guru dalam mengajar.
Alat peraga yang digunakan hendaknya memiliki karakteristik tertentu. Ruseffendi (dalam darhim,19986:14 ) menyatakan bahwa alat peraga yang di gunakan harus memiliki sifat sebagai berikut:
  1. Tahan lama (terbuat dari bahan yang cukup kuat ).
  2. Bentuk dan warnanya menarik.
  3. Sederhana dan mudah di kelola (tidak rumit ).
  4. Ukurannya sesuai (seimbang )dengan ukuran fisik anak.
  5. Dapat mengajikan konsep matematika (tidak mempersulit pemahaman)
  6. Sesuai dengan konsep pembelajaran.
  7. Dapat memperjelas konsep (tidak mempersulit pemahaman )
  8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir yang abstrak bagi siswa.
  9. Bila kita mengharap siswa belajar aktif (sendiri atau berkelompok ) alat peraga itu supaya dapat di manipulasikan , yaitu: dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dimainkan, dipasangkan, dicopot, (diambil dari susunannya ) dan lain-lain.
  10. Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah lipat (banyak ).

Proses pembelajaran dengan menggunakan bantuan alat peraga tidak selamanya dapat membuahkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan digunakannya alat peraga justru bukannya membantu memperjelas konsep, akan tetapi sebaliknya misalnya membuat siswa menjadi bingung.

Dalam memilih alat peraga secara tepat terdapat lima hal yang harus di perhatikan oleh guru yakni:tujuan, materi pelajaran, strategi belajar mengajar, kondisi dan siswa yang belajar serta perlu waspada, sehingga tidak memakai media mengajar yang tidak begitu kecil, sehingga anak sulit melihat dan menjadi ribut. Serta gambar yang terlalu asing pada perasaan anak, umpanya gambar tertentu dari luar negeri yang kurang cocok di Indonesia. Perasaan aneh atau lucu tidak menguntungkan dalam proses belajar mengajar ini. Karena itu guru sebaiknya memakai alat peraga yang tepat dan bermutu sebagai alat Bantu mengajar.

Supaya sumber belajar dapat mempengaruhi proses belajar dengan efektif dan efisien, perlu ada yang mengatur. Yang bertugas mengatur adalah instruction. Tujuannya dalam hal ini ialah mengusahakan agar terjadi interaksi antara siswa dengan sumber belajar yang relevan dengan tujuan instruksional yang akan dicapai. Agar alat dapat berfungsi dengan efektif dalam menunjang proses belajar perlu dikembangkan dengan memperhatikan tujuan instruksional yang akan dicapai. Kecuali itu, penggunaannya dalam program intruksional harus direncanakan secara sistematis seksama melalui serangkaian kegiatan yang disebut pengembangan instruksional.

asesmen performance



Asesmen berbasis performa (juga dikenal sebagai asesmen performa) mempersyaratkan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilannya. Asesmen performa dapat digunakan secara formatif atau secara sumatif. Asesmen ini dapat menjadi labor- and time-intensive, dan juga cenderung menjadi berbeda sama sekali.
a. Karakteristik Asesmen berbasis performa
Asesmen performa menghadirkan siswa dengan hands-on tasks. Atau asesmen berbasis performa lainnya yang mengharuskan siswa melengkapi secara individual atau dalam kelompok kecil; pekerjaan siswa dievaluasi menggunakan criteria yang telah dibangun sebelumnya.
Asesmen performa terdiri dari dua komponen yaitu: 1) sebuah performance task (aktivitas atau actual prompt) dan 2) sebuah rubrik penskoran (scoring rubric) atau panduan penskoran yang terdiri dari kriteria performa yang telah ditetapkan/dibangun sebelumnya.
Asesmen performa mengijinkan observasi langsung terhadap kemampuan dan ketrampilan siswa (sangat berbeda dengan pencil-and-paper tests). Asesmen performa harus dikaitkan dengan objectiv pembelajaran. Disamping itu asesmen performa cenderung lebih abstrak ketimbang bentuk-bentuk asesmen tradisional, artinya asesmen performa lebih “real world”. Asesmen performa yang didasarkan pada “real world” dikenal dengan authentic assessment.
Asesmen performa, karena dilakukan oleh siswa sendiri, merupakan aktivitas pembelajaran yang penuhmakna. Konsep asesmen performa bukan merupakan konsep baru; digunakan untuk bertahun-tahun di bidang yang lain
Beberapa persyaratan dasar dari asesmen performa:
a. kemampuan dan perilaku spesifik (krusial) harus diobservasi
b. sangat cocok untuk mengukur ketrampilan dan kemampuan siswa yang kompleks yang tak dapat diukur dengan menggunakan pencil-and-paper tests
c. tugas-tugas harus focus pada proses-proses yang dapat diajarkan oleh guru atau dipelajari oleh siswa
d. dapat dipakai untuk memutuskan kecocokan perilaku atau pemahaman
e. dapat dipakai untuk memutuskan kecocokan perilaku atau pemahaman yang memberikan informasi tentang kekuatan(strengths) dan kelemahan (weaknesses)
f. mempersyaratkan adanya produk perilaku yang bernilai untuk kebaikannya
g. tugas-tugas harus mendorong atau memotivasi refleksi siswa.
b. Asesmen Proses vs Asesmen Produk
Asesmen proses target khususnya adalah prosedur yang digunakan oleh siswa untuk menjawab suatu permasalahan atau problem. Asesmen Produk target utamanya adalah hasil-hasil belajar siswa yang berupa produk yang dapat diukur (results in tangible outcome).
Para guru biasanya lebih tertarik pada salah satunya (asesmen proses atau asesmen produk), walaupun tugas-tugas itu mungkin saja mempersyaratkan keduanya (asesmen proses dan asesmen produk). Keputusan tentang focus dari tugas-tugas itu harus dibuat oleh guru.
c. Pengembangan Tugas-Tugas Asesmen Performa
Ada empat gambaran esensial yang perlu dipertahankan dalam pengembangan tugas-tugas dalam asesmen performa:
1) mempunyai satu tujuan yang jernih yang menspesifikasikan keputusan hasil yang akan dibuat dari asesmen: a) merupakan tahap-tahap yang krusial, b) apakah hasil asesmen akan digunakan untuk tujuan formatif atau sumatif?, c) pada apakah tugas itu akan difokuskan, pada proses, produk atau keduanya?
2) Mengidentifikasi aspek-aspek produk atau performa siswa yang akan diputusi: a)Kriteria produk atau performa siswa yang akan diases harus secara spesifik dapat diamati, b) difokuskan pada proses, produk atau keduanya, c) harus dapat dinyatakan dengan jernih, d) criteria harus dibatasi pada sejumlah hal yang dapat dikelola dan dipikirkan dengan jelas
3) Hasilnya dinyatakan dalam satu atau lebih skor yang mendeskripsikan performa siswa
4) Memberikan sebuah seting yang cocok untuk kegiatan melengkapi tugas-tugas itu.
Pendesainan tugas-tugas Performa: Prosedur tahap demi tahap
Tahap 1: Menentukan tujuan asesmen .
Tahap 2: Menspesifikasikan ketrampilan dan outcomes merujuk pada taxonomic level.
Tahap 3: Menspesifikasikan criteria performa yang akan digunakan untuk men-judge pekerjaan siswa, dan mengidentifikasi indicator-indikator tampak dari criteria itu.
Tahap 4: mengembangkan konteks yang authentic dan meaningful untuk tugas-tugas itu.
Tahap 5: mengembangkan instrumen penskoran (rubrik scoring).
Tahap 6: membangkitkan atau memilih contoh-contoh respon siswa
Tahap 7: merevisi tugas, sesuai dengan keperluan.
d. Metode Penskoran Asesmen berbasis performa
Biasanya, tidak ada jawaban benar atau salah yang sederhana; mereka harus diases beberapa saat semacam kontinum. Fokus pada derajad kualitas, pemahaman, kecakapan dsb. Sasarannya untuk mencoba mereduksi potensi subyektivitas dalam penskoran. Terbuka mengenai instrumen penskoran kepada siswa, memberikan bimbingan kepada siswa dengan merujuk pada hakekat open-ended-nya tugas-tugas performa.
Gambaran metode-metode penskoran asesmen performa ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 3.1 Skema Metode Penskoran Asesmen Performa
Checklists, merupakan daftar perilaku atau ketrampilan (skills) siswa, yang mengindikasikan setiap perilaku atau ketrampilan siswa yang telah diobservasi. Sangat baik (paling baik) ketika digunakan secara formativ, untuk memberikan indikasi kekuatan dan kelemahan secara cepat.
Rating scales: memperkenankan guru untuk mengindikasikan frekuensi atau derajad bagaimana ketrampilan atau perilaku dipertunjukkan oleh siswa
Rubrics: merupakan rating scales yang secara khusus digunakan untuk penskoran hasil asesmen performa. Merupakan panduan penskoran yang terdiri dari criteria performa spesifik yang telah ditetapkan/dibangun sebelumnya , digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan siswa dalam asesmen performa.

Ada dua tipe rubrik yaitu:
1. Holistic rubric: skore ditentukan untuk seluruh proses atau produk.
a. digunakan ketika kesalahan dalam proses dapat ditoleransi
b. digunakan dengan tugas-tugas dimana tidak ada respon benar yang definitif
c. sangat cepat untuk menskor, tetapi kurang dapat memberikan balikan
Contoh Holistic Rubrics
Skore Deskripsi
5 mendemonstrasikan secara lengkap pemahaman terhadap masalah. semua persyaratan tugas ada dalam respons/produk siswa.
4 mendemonstrasikan sebagian besar pemahaman terhadap masalah. semua persyaratan tugas ada dalam respons/produk siswa.
3 mendemonstrasikan sebagian pemahaman terhadap masalah. sebagian besar persyaratan tugas ada dalam respons/produk siswa.
2 mendemonstrasikan sebagian kecil pemahaman terhadap masalah. beberapa persyaratan tugas ada dalam respons/produk siswa.
1 tidak mendemonstrasikan pemahaman dari masalah.
0 tak ada respon atau tugas-tugas tak dikerjakan.

2. Analytic rubric: rubrik penskoran dimana komponen individual dari produk atau performa siswa diskor secara terpisah.
a. digunakan ketika lebih focus pada tipe respon yang dipersyaratkan.
b. biasanya menghasilkan beberapa skor, yang bisa saja dijumlahkan untuk memperoleh skor total.
c. lebih lambat dalam proses penskoran namun lebih detil dalam memberikan balikan.
Contoh rubrik analitik adalah sebagai berikut:
permulaan pengembangan Tuntas dengan baik sempurna skor
Kriteria 1 Deskripsi mencerminkan level performa pemula Deskripsi mencerminkan kemajuan menuju level performa tuntas Deskripsi mencerminkan prestasi level performa tuntas Deskripsi mencerminkan performa level tingkat tinggi
Kriteria 2 Deskripsi mencerminkan level performa pemula Deskripsi mencerminkan kemajuan menuju level performa tuntas Deskripsi mencerminkan prestasi level performa tuntas Deskripsi mencerminkan performa level tingkat tinggi
Kriteria 3 Deskripsi mencerminkan level performa pemula Deskripsi mencerminkan kemajuan menuju level performa tuntas Deskripsi mencerminkan prestasi level performa tuntas Deskripsi mencerminkan performa level tingkat tinggi
Kriteria 4 Deskripsi mencerminkan level performa pemula Deskripsi mencerminkan kemajuan menuju level performa tuntas Deskripsi mencerminkan prestasi level performa tuntas Deskripsi mencerminkan performa level tingkat tinggi
TOTAL SKOR ———-

Satu tipe rubrik tidak selalu lebih baik dari tipe yang lainnya, sangat bergantung pada tujuan. Biasanya tujuan yang berbeda akan berimplikasi pada pemilihan tipe rubrik yang berbeda. Guru harus memutuskan bagaimana format yang diperlukan dan cocok dengan tugas-tugas yang ada. Boleh jadi rubrik berupa tingkat-tingkat kemahiran dan sebagainya, boleh jadi bersifat kualitatif, kuantitatif ataupun keduanya.
Prosedur mengembangkan Rubrik Penskoran tahap demi tahap:
Tahap 1 : mempertanyaakan ulang objectiv pembelajaran untuk menentukan tugas-tugas yang cocok
Tahap 2 : menentukan atribut-atribut spesifik yang tampak yang ingin kamu lihat (seperti halnya yang tidak ingin kamu lihat)
Tahap 3 : renungkan karakteristik yang mendesripsikan masing-masing atribut
Tahap 4a : (untuk rubrik holistic) tulislah deskripsi naratif secara rinci untuk pekerjaan yang sangat sempurna dan sangat tidak sempurna, mempersatukan/mempertautkan tiap atribut ke dalam deskripsi
Tahap 4b : (untuk rubrik analitik) tulislah deskripsi naratif secara rinci untuk pekerjaan yang sangat sempurna dan sangat tidak sempurna untuk tiap atribut individual
Tahap 5a : lengkapi rubrik dengan pendeskripsian level lainnya pada kontinum yang merentang dari sangat sempurna sampai dengan sangat tidak sempurna untuk atribut kolektif
Tahap 5b : lengkapi rubrik dengan pendeskripsian level lainnya pada kontinum yang merentang dari sangat sempurna sampai dengan sangat tidak sempurna untuk setiap atribut
Tahap 6 : kumpulkan contoh-contoh pekerjaan siswa yang memberikan contoh setiap level
Tahap 7 : revisi rubrik sebagaimana diperlukan
e. Validitas dan Reliabilitas Asesmen Berbasis Performa
Validitas, dapat ditingkatkan dengan cara berbagi dengan siswa tentang kriteria yang akan digunakan untuk men-judge pekerjaannya. Harus dipastikan bahwa performa bukan merupakan tugas spesifik. siswa harus lulus/melampaui ketrampilan prasyarat yang sesuai untuk mendemontrasikan ketrampilan yang kompleks yang mungkin dipersyaratkan oleh tugas. Tugas-tugas harus fair untuk semua siswa.
Reliabilitas, untuk meningkatkannya rubrik harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat mereduksi subjectivitas. Guru harus mencegah bias personalnya dalam penskoran tugas
f. Keuntungan dan Keterbatasan Asesmen Berbasis Performa
Keuntungannya antara lain: a) dapat mengases kemampuan siswa untuk melakukan (“to do”), b) dapat mengases ketrampilan siswa yang tidak dapat diases dengan metode tradisional, c) dapat mengases proses berpikir seperti produk, d) dapat digunakan untuk meningkatkan proses pembelajaran praktis.
Keterbatasannya antara lain: a) Batasan umumnya merupakan keseluruhan waktu yang rumit, b) tidak efisien ketika digunakan untuk mengases ketrampilan tingkat rendah, c) akibat dari subyektivitas, reliabilitasnya cenderung rendah, d) siswa berkemampuan rendah cenderung menunjukkan frustasi.

asesmen portofolio



     A. Pengertian Portofolio

Istilah portofolio diambil dari bidang seni, yakni “istilah yang berarti suatu kumpulan karya sesuai maksud” (Stecher, dalam Fredman et al., 2001). Suatu portofolio, menurut Collins (dalam Collette & Chiappetta, 1994), adalah “suatu tempat yang berisi sekumpulan bukti dari
keterampilan, pengetahuan, minat, dan kecenderungan seseorang”. Bahan dalam portofolio tersebut digunakan untuk membuat keputusan tentang kualitas kinerja individu yang mengembangkan portofolio itu. Portofolio digunakan dalam berbagai bidang. Para artis mengembangkan portofolio kerja seni mereka. Mereka menyeleksi hasil kerja yang menunjukkan bukti-bukti kemampuan sebagai artis dan kualitas kerjanya. Fotografer juga menghasilkan portofolio dari foto-foto yang telah diambilnya. Mereka memasukkan foto-foto
yang memperlihatkan kualitas kerjanya.

Dalam ranah persekolahan, portofolio adalah koleksi yang sangat berguna tentang upaya,
kemajuan, dan kemampuan siswa dalam jangka waktu tertentu (Cherian & Mau, 2003). Sebuah portofolio adalah koleksi multidimensi dari infomasi yang dikumpulkan, yang memungkinkan guru dan siswa mengkonstruksi gambaran terorganisasi, proses, dan deskriptif tentang pembelajaran siswa (Farr, dalam Duffy et al., 1999). Sebagai sebuah bentuk asesmen, portofolio merupakan sebuah kumpulan seleksi dan sistematisasi karya siswa yang memperlihatkan ketuntasan atau pertumbuhan dalam area tertentu dalam jangka waktu tertentu (Jones, 2001). Koleksi tersebut dapat meliputi contoh-contoh karya, contoh hasil tulisan, karya seni, yang diseleksi berdasarkan pertimbangan siswa itu sendiri untuk menunjukkan tentang dirinya. Dengan portofolio, refleksi siswa sebagai swaasesmen dapat dijalankan dan dilakukan pengkaitan antara apa yang siswa pelajari dengan maknanya. Senada dengan pernyataan tersebut, di dalam Buku KTSP SMP (Depdiknas, 2006) dinyatakan bahwa asesmen portofolio merupakan penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) siswa yang sistematis, yakni: pengumpulan data melalui karya siswa, pengumpulan dan penilaian yang terus menerus, refleksi perkembangan berbagai kompetensi, memperlihatkan tingkat perkembangan kemajuan belajar siswa, bagian integral dari proses pembelajaran, untuk satu periode, dan tujuan diagnostik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebuah asesmen portofolio adalah koleksi kerja siswa yang menunjukkan
usaha, kemajuan, atau kemampuan siswa pada area yang ditentukan. Koleksi ini meliputi:
1) partisipasi siswa di dalam seleksi isi portofolio; 2) petunjuk bagaimana menyeleksinya; 3)
kriteria untuk penilaian; dan 4) bukti refleksi-diri siswa (sesuai dengan pendapat Meyer et al.,
dalam Reckase, 1995).

Dalam pembelajaran IPA, sebuah portofolio seharusnya memperlihatkan pertumbuhankemampuan siswa di dalam pepembelajaran IPA. Portofolio merupakan kumpulan hasil kerja yang menyediakan bukti-bukti kompetensi siswa. Portofolio tersebut juga menunjukkan inisiatif, kemampuan dan keterampilan siswa. Menurut Collette dan Chiappetta (1994), agar koleksi hasil kerja siswa dapat disebut sebagai portofolio, diperlukan persyaratan sebagai berikut :
1) Sebuah portofolio seharusnya mengandung kerja orisinil siswa dalam periode tertentu.
2) Bahan dalam portofolio dapat juga termasuk bahan-bahan yang tidak dihasilkan oleh siswa, misalnya handout, LKS, catatan dosen, dan catatan laboratorium. Dokumen2 dokumen tersebut merupakan bukti-bukti berbagai aktivitas yang terjadi selama periode tertentu dalam pembelajaran IPA.
3) Koleksi hasil kerja dalam portofolio seharusnya memperlihatkan aspek-aspek yang berbeda dari kemampuan siswa. Koleksi tersebut menunjukkan bukti-bukti kemampuan dan kompetensi siswa di dalam satu atau lebih bidang. Koleksi tersebut seharusnya juga menyediakan contoh-contoh minat, kapabilitas, dan keterampilan siswa di dalam satu atau lebih bidang.
4) Sebuah portofolio seharusnya mengandung bahan-bahan yang menunjukkan bahwa siswa
telah menuntaskan aspek-aspek tertentu dalam pembelajaran, sebagai contoh menulis laporan, merancang eksperimen, menangani kerja proyek, atau mempresentasikan sesuatu topik IPA tertentu.
5) Sebuah portofolio seharusnya merupakan bukti kerja siswa sehingga dapat diases. Menurut Barton & Collins (dalam Surapranata dan Hatta, 2004), objek-objek portofolio dibedakan menjadi empat macam yaitu: hasil karya peserta didik atau artifak, reproduksi, pengesahan (attestation), dan produksi (production). Sedangkan menurut Rhoades & McCabe (dalam Maurer, 1996), terdapat 5 jenis model portofolio yakni portofolio kelompok, portofolio individu, portofolio karir, portofolio kelas, dan portofolio kualitas program.

   B. Pentingnya Portofolio
Penggunaan portofolio untuk asesmen siswa memungkinkan siswa dan guru menyelenggarakan proses pembelajaran melalui asesmen (Freidman et al., 2001). Dengan kata lain penggunaan portofolio akan menjadikan asesmen merupakan bagian tak terpisahkan
dari pembelajaran. Hal ini berimplikasi bahwa prosedur asesmen tidak hanya melalui pengukuran dan penguatan terhadap hasil belajar, akan tetapi lebih ke arah penguatan pengembangan strategi-strategi, sikap-sikap, keterampilan-keterampilan, dan proses kognitif
yang esensial untuk pembelajaran sepanjang hayat. Lebih lanjut Freidman et al. (2001)
memperinci manfaat portofolio, sebagai berikut:
1. Sumbangan portofolio terhadap asesmen
Sumbangan ini meliputi asesmen terhadap hasil pembelajaran, penyediaan bukti-bukti kinerja, penggambaran bukti-bukti yang dikumpulkan dalam jangka waktu tertentu, kemajuan siswa sebagai hasil belajar, serta asesmen formatif dan sumatif.
2. Berfokus pada atribut-atribut kepribadian siswa
Manfaat dalam area ini misalnya menyediakan bukti-bukti personal dan profesional dalam pembelajaran siswa, menyediakan umpan balik terhadap nilai-nilai, perasaan, dan cara untuk penanganan sejumlah pengalaman yang signifikan terhadap kepribadiannya.
3. Menguatkan hubungan antara guru dan siswa
Memungkinkan adanya dialog antar siswa dan dengan guru, mengingatkan siswa bahwa pembelajaran adalah proses dua arah, cerminan kerja siswa dan guru, meningkatkan harapan guru terhadap kemampuan berpikir dan pemecahan masalah siswanya.
4. Merangsang penggunaan strategi-strategi reflektif
Memfasilitasi penggunaan pengalaman masa lalu untuk pembelajaran dan mengenali kemajuan, merangsang penggunaan keterampilan reflektif, menggunakan strategi-strategi analisis dalam proses metakognitif, dan memungkinkan guru untuk memisahkan kualitas bukti dari kemampuan siswa dalam merefleksikan bukti tersebut.
5. Meluaskan pemahaman terhadap kompetensi profesional
Persepsi siwa dan interpretasinya terhadap pengalamannya akan menumbuhkan pemahaman siswa terhadap pertumbuhan profesional. Oleh karena itu, portofolio sangat bernilai untuk siswa.
Hal lain yang bernilai adalah bahwa portofolio itu “nyata” (tangible), sehingga merupakan sarana efektif untuk berkomunikasi dengan siswa, orang tua, guru lain, dan kepala sekolah tentang kemajuan siswa (Jones, 2001).

    C.  Jenis Portofolio
Portofolio yang berbeda-beda jenisnya dihasilkan dari dan untuk memenuhi maksud dan konteks pendidikan. Tidak ada satu ‘portofolio”; terdapat berbagai portofolio (Foster and Masetr, dalam Klenowski, 2002). Berdasarkan tujuan asesmen portofolio, menurut Klenowski (2002) portofolio dapat dibagi menjadi: 1) portofolio untuk tujuan sumatif, 2) portofolio untuk sertifikasi dan seleksi, 3) portofolio untuk tujuan penilaian dan promosi, 4) portofolio untuk mendukung pembelajaran dan pengajaran, 5) portofolio untuk tujuan pengembangan profesional.

Menurut Duffy (1999), terdapat empat jenis atau tingkatan portofolio berdasarkan tanggung jawab siswa terhadap kerjanya dan bagaimana guru membantu siswanya:
                                                      
1. Portofolio Semua Hal (The Everything Portfolio)
Portofolio semua hal (atau portofolio perkembangan) merupakan suatu kumpulan karya
siswa melintasi berbagai variasi siswa, kelas, semester, atau tahun. Portofolio ini berisi
karya siswa, baik selama proses maupun draft final. Seleksi karya dalam portofolio jenis
ini bukan merupakan tujuan utama. Guru menggunakan portofolio jenis ini untuk
mengevaluasi kemajuan siswa. Guru dapat menggunakan informasi dalam portofolio
jenis ini untuk sebagai bahan pertemuan antara guru, siswa, dan orang tua atau antara
guru dengan siswa. Secara umum, portofolio ini dievaluasi sebagai contoh karya siswa
dalam berbagai tingkat pencapaian kompetensi, jadi cenderung sumatif.
2. Portofolio Produk (The Product Portfolio)
Di dalam portofolio produk, guru menyediakan daftar isi suatu topik atau produk. Siswa
memasukkan contoh-contoh karyanya dalam area daftar isi tersebut. Portofolio ini
menjadi semacam ceklis kompetensi. Guru merumuskan topik penting untuk dipelajari,
dan siswa menyelesaikan tugas-tugasnya untuk menuntaskan topik tersebut, dan
dibuktikan oleh terpenuhinya daftar isi seputar topik itu dengan karya siswa. Evaluasi
portofolio ini berupa pertemuan antara guru dan siswa, dan selama pertemuan guru dapat
memberikan umpan balik sumatif, namun umpan balik ini sebagai informasi formatif
bagi siswa. Guru memilih karya terbaik siswa, dan menjelaskan mengapa itu merupakan
karya terbaiknya. Informasi dari penjelasan guru ini sangat bermanfaat bagi siswa untuk
mengembangkan portofolio selanjutnya.
3. Portofolio “Pameran” (The Showcase Portfolio)
Di dalam portofolio “pameran” atau protofolio contoh, guru menyediakan daftar isi suatu
topik, dan siswa mengevaluasi elemen-elemen untuk portofolionya dan memberikan
alasan rasional untuk tiap seleksinya. Siswa diingatkan untuk tidak sekedar memasukkan
karya yang dinilai baik oleh guru, akan tetapi harus pula mempertimbangkan audien dan
tujuan portofolio itu. Di dalam evaluasi portofolio, guru melakukan pertemuan dengan
siswa, dan guru memberikan umpan balik sumatif terhadap produk siswa serta umpan
balik formatif tentang alasan siswa selama proses seleksi karyanya.
4. Portofolio Tujuan (The Objective Portfolio)
Tingkat terakhir adalah portofolio tujuan. Di dalam portofolio jenis ini, guru merumuskan
daftar tujuan atau pernyataan tentang kualitas kinerja. Siswa menyeleksi dari kumpulan
karyanya untuk mempertemukan karya terbaiknya dengan tujuan tersebut. Portofolio
jenis ini sebaiknya tidak dibatasi pada karya tertulis saja, akan tetapi segala artifak dan
kinerja siswa (misalnya dalam berbagai berbagai format media) yang berkaitan dengan
tujuan atau kualitas kinerja yang diminta. Portofolio jenis ini membutuhkan kemampuan
siswa dalam menganalisis tujuan, mereviu kemungkinan karya, menyeleksi contoh
terbaik dari keterampilan yang diminta dalam tujuan, serta memberikan alasan seleksi
karyanya. Untuk setiap tujuan yang telah dituntaskan, guru memberikan umpan balik
kualitatif individual. Untuk tujuan yang belum dituntaskan, guru memberikan umpan
balik formatif yang memungkinkan siswa mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang tujuan tersebut.

   D.  Penerapan Asesmen Portofolio
Portofolio haruslah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran. Menurut
Gronlund (2003) pertimbangan utama dalam perencanaan pengembangan portofolio adalah
tujuan portofolio, jenis-jenis bukti yang dimasukkan, petunjuk untuk menyeleksi dan
mengevaluasi isi, merawat dan menggunakan portofolio, serta mengevaluasi portofolio.
Dalam mengevaluasi kinerja siswa secara keseluruhan yang tercermin dalam portofolio,
dapat disusun kriteria umum untuk mengevaluasi struktur portofolio, tingkat kemajuan siswa,
serta rubrik skor keseluruhan. Secara lebih operasional Cooper (dalam Sweat-Guy &
Buzzetto-More, 2006) mengidentifikasi enam langkah apabila hendak melakukan asesmen
portofolio: mengidentifikasikan ruang lingkup keterampilan, mendesain hasil belajar yang
dapat diukur, mengidentifikasikan strategi pembelajaran, mengidentifikasikan indikator
kinerja, mengumpulkan bukti, dan penilaian. Walaupun tampak operasional, pernyataan
Cooper ini lebih mengarah kepada langkah-langkah asesmen kinerja secara umum.
Klenowski (2002) merumuskan langkah-langkah pengembangan asesmen portofolio,
yang ia bagi menjadi tiga fase, sebagai berikut:
1. Fase satu: Konseptualisasi portofolio
Fase ini meliputi pemahaman asesmen perkembangan, kontinum perkembangan, peta
kemajuan, dan acuan patokan. Kemampuan untuk mengembangkan dokumen portofolio
memerlukan waktu dan ditunjukkan oleh akumulasi koleksi karya. Maksud asesmen
perkembangan adalah untuk menilai pencapaian siswa dalam peta kemajuan, kontium
perkembangan, atau seperangkat deskriptor kemajuan untuk mengidentifikasikan
pengalaman belajar yang sesuai dan memonitor belajar siswa. Kegiatan ini di dalam
“ranah KTSP” mirip dengan merumuskan pengalaman belajar dan indikator dari suatu
level Kompetensi Dasar (KD).
2. Fase dua: Pengembangan portofolio
Kegiatan dalam fase ini meliputi asesmen formatif, umpan balik, asesmen kinerja, dan
memantapkan validitas. Asesmen formatif terjadi pada selama proses dan ditujukan untuk
meningkatkan pembelajaran siswa. Proses kompleks ini cenderung berpusat pada guru,
dengan guru berperan memberikan umpan balik pada aspek-aspek spesifik yang
ditujukan untuk membantu siswa memperbaiki kinerjanya. Asesmen kinerja dapat
menjadi bagian integral dari karya portofolio. Validitas portofolio akan dibahas dalam
subbab tersendiri.
3. Fase tiga: Penilaian portofolio
Kegiatan dalam fase ini meliputi memastikan reliabilitas, standar, asesmen sumatif, dan
asesmen holistik. Hal yang berkaitan dengan reliabilitas dibahas dalam subbab tersendiri.
Asesmen sumatif berimplikasi pada peninjauan kinerja yang telah lalu. Di dalam
portofolio, asesmen sumatif ditujukan untuk menentukan karya siswa dibandingkan
dengan kriteria target.